Twitter Facebook MySpace YouTube RSS Feed

PEMBELAJARAN PUISI

PEMBELAJARAN PUISI DI SMA

1.      Pengantar
Puji sukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita sehingga kami bisa menyelasaikan makalah ini.
Makalah ini berisi tentang pembelajaran puisi di SMA kelas II dan kelas III. Puisi yang di pakai sebagai materi pembelajaran kali ini adalah puisi “Telepon Tengah Malam” karya Joko Pinurbo (Jokpin). Jokpin adalah penyair lulusan dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma Yogyakarta (1987).  Buku kumpulan puisinya, Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung, Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005), Kepada Cium (2007), dan Celana Pacar kecilku di Bawah Kibaran Sarung: Tiga Kumpulan Puisi (2007). Puisi tersebut sengaja kami pilihkan dari penyair hebat agar kualitas puisinya tinggi.
Dalam makalah ini kami cantumkan hal-hal yang seharusnya dilakukan dalam pembelajaran puisi mulai dari pembukaan pembelajaran sampai penutup atau akhir pembelajaran puisi. Sehingga Kami berharap tulisan singkat ini bisa membawa suatu manfaat bagi pembaca khusunya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

2.      Pendahuluan (unsur fisik dan mental puisi)
2.1  Unsur fisik puisi “Telepon Tengah Malam” 
Puisi “Telepon Tengah Malam” terdiri dari dari lima belas baris satu bait. Pilihan kata-katanya termasuk kata-kata sederhana hanya saja di dalam kesederhanaan itu terdapat metafora-metafora yang menyebabkan pemaknaan agak sulit seperti /Ada dering telepon, panjang dan keras//dalam rongga dadaku/. Dering telepon di sini bukanlah dering telepon yang sebenarnya. Dering telepon dalam rongga dada memetaforakan keadaan batin yang bergetar-getar, tidak tenang, gundah gulana, dan lain sebagainya.
Di samping itu, kita dapat menemukan pencitraan salah satunya citraan audio visual (pendengaran) /Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja/. Kita juga dapat menemukan enjambunen dalam puisi tersebut yaitu
Ada dering telepon, panjang dan keras,
dalam rongga dadaku
/Ada dering telepon, panjang dan keras,//dalam rongga dadaku/ sebetulnya hanya satu kalimat majemuk, yang seharusnya ditulis dalam satu baris (serangkai), induk kalimat dan anak kalimat tidak boleh dipisahkan dari rangkai itu, harus sejajar. Jadi pada dasarnya  yang benar  itu /Ada dering telepon, panjang dan keras, dalam rongga dadaku/ bukan /Ada dering telepon, panjang dan keras,//dalam rongga dadaku/. Namun, dalam kesastraan demi kepentingan lirik dalam puisi hal itu dibolehkan saja. Kasus ini biasa disebut dengan hak lisensi puitika. Jadi, dalam perpuisian hal tersebut tidak disalahkan.


2.2  Unsur mental puisi “Telepon Tengah Malam”
Puisi ini bertemakan kerinduan seorang anak kepada ibunya. Kita bisa lihat hal tersebut dari larik puisinya sendiri seperti, /telepon tengah malam/ tengah malam konotasinya sunyi, sepi, takut dan lain sebaginya. /Ada dering telepon, panjang dan keras,//dalam rongga dadaku/ dering telepon dalam rongga dada memetaforakan kegetaran hati, kegelisahan hati, keadaan hati yang tidak tenang, dan itu semua disebabkan oleh /Ibu! Ibu di mana?/ yaitu ibu si aku. Si aku merasakan ibunya hadir ditiap malamnya, dia sangant merindukan belaian dan kasih sayangnya. Namun si aku tidak pernah merasakannya sehingga si aku merasa sakit/Ibu! Ibu di mana?//Di dalam.//Di dalam telepon?//Di dalam sakitmu./
Suasana yang bisa dirasakan ketika membaca puisi ini yaitu rasa sedih, haru, dan pilu dan mungkin pengarang juga waktu menuliskannya merasakan hal yang sama sehingga kita bisa menafsirnaka nada puisi tersebut yaitu sedih, haru dan pilu.
Sedangkan amanat yang bisa ditarik di sini yaitu kerinduan kepada seorang bisa membuat dia merasa tidak tenang sebab dalam keadaan yang sunyi biasanya anak itu sering terpikir kepada ibunya.

3.      Pentuan Sikap
Puisi  “Telepon Tengah Malam” cocok dikonsumsi oleh anak yang baru meranjak dewasa dan seterusnya, sebab pada waktu itu anak sudah mampu menahan beban mental kehidupan, dan kebetulan puisinya bercerita tentang beban yang ditanggung oleh seorang anak yang ditinggal oleh ibunya. Puisi yang menghadirkan kerinduan anak kepada ibunya bisa melahirkan motivasi belajar kepada anak didik, terlebih lagi anak yang kost, sebab pada umumnya jika seorang anak distimulus dengan objek orang tua, mereka cepat sekali terangsang. Psikologinya atau keadaan jiwa serta pikirannya cepat berubah menuju penanaman tekad pada diri.   
      Terkait dengan pengetahuan siswa, puisi ini tidak terlalu sulit untuk dicerta oleh siswa kelas II atau III SMA sebab seperti telah diuraikan di atas bahwa puisi ini menggunakan pilihan bahasa yang sederhana, lugas serta menggunakan objek yang dekat dan popular di di kalangan kita, namun  juga tidak terlalu mudah sebab di dalamnya masih ada penggunaan analogi, majas, dan pencitraan jadi siswa digeret mikir agak memahami maksudnya. Jadi, puisi ini cocok disugukan bagi siswa-siswa kelas II dan III SMA.

4.      Introduksi
Introduksi yang bisa dilakukan guru kepada siswanya ketika membelajarkan puisi “Telepon Tengah Malam” yaitu guru bercerita pengalaman sedih seseorang atau pengalaman dia langsung ketika jauh atau ditinggal oleh ibunya. Kemudian guru menceritakan bagaimana peran ibu dalam hidup ini, dilanjut dengan cerita nasib orang yang tidak punya ibu. Maka akhirnya guru mengajak siswa untuk mengapresiasi puisi “Telepon Tengah Malam”. Praktisnya seperti ini, misalkan:
1.      anak-anak! kalian pernah dengar cerita seoarang anak yang ditinggal oleh ibunya? (siswa serempak menjawab). Baik sekarang dengarkan ibu bercerita “………………………………………………………………………………………”
2.      Nah itulah anak-anak ku, ibu itu sangat berarti dalam kehidupan ini kalau tidak ada ibu, maka kalian tidak akan ada yang lahir di dunia ini, maka kita harus selalu berbakti pada ibu kita………………………………………………………………..
3.      Nanti kalua kita ditinggal sama ibu kita bagaimana? Seperti kisah seorang anak yang tidak punya ibu, dia menjadi terlantar, sengsara, tidak punya rumah …………………………………….
4.      Baik, nah sekarang marilah kita belajar puisi tentang kerinduan anak kepada ibunya! 
  
5.      Penyajian
Langkah-langkah dalam penyajian
1.      Secara bergilir siswa maju untuk membaca puisi “Telepon Tengah Malam”
Siswa disuruh membaca sebab puisi hanya bisa dinikmati lewat pembacaannya. Lalu mengapa mesti siswa yang membaca, bukan guru? Sebab tujuan membelajarkan puisi adalah mengapresiasi puisi. Sedangkan langkah awal untuk mengapresiasi puisi adalah dengan membaca puisi langsung bukan dibacakan. Jadi siswa disuruh untuk  membaca puisi langsung adalah langkah untuk membelajarkan mengapresiasi puisi, dengan kata lain siswalah yang akan mengapresiasi puisi.    
2.      Sementara siswa yang lain, menyimak pembcaan puisi tersebut
Siswa yang lain disuruh menyimak pembacaan puisi, dengan maksud mereka bisa menyimak puisi dengan baik, bisa menghargai pembacaan puisi oleh orang lain, dan selanjutnya bisa membandingkan bacaannya dengan bacaan orang lain. Di samping itu tujuan praktisnya yaitu agar suasana kelas tenang sehingga pembelajarn puisi berjalan dengan baik.
3.      Guru menanyakan apakah siswa sudah bisa menikmati puisi itu? Jika belum guru menyuruh satu atau dua orang yang bacaannya paling indah untuk membaca kembali.
Langkah ini dipilih agar puisi itu benar-benar masuk ke benak siswa, sehingga siswa peka dengannya yang pada akhirnya siswa lebih mudah memahami puisi tersebut.
4.      Guru memberikan penghargaan kepada siswa berupa sanjungan terhadap pembacaan tadi.
Sanjungan merupaka stimulus dari guru, langkah harus dilakukan sebagai penguatan kepada siswa agar siswa itu termotivasi. Siswa biasanya akan lebih giat manakala ada yang mendorong atau ada yang memperhatikannya. Artinya langkah ini penting dalam pembelajaran.

6.      Diskusi
Langkah-langkah dalam diskusi
6.1  Secara acak guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang.
Siswa di bentuk menjadi beberpa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang, ini dimaksudkan agar diskusiny fokus dan semua bisa aktif sebab biasanya kalo kelompok besar ada saja beberapa siswa yang tidak mau memperhatikan jalannya diskusi, tapi kalo jumlah mereka sedikit begini, setidaknya dia memperhatikan temannya berbicara. Lalu kenapa tidak dua atau tiga? Sebab nanti terjadi kebanyakan kelompok, kebanyhakan kelompok juga tidak baik, nanti guru agak repot memantaunya.
Kelompok tersebut dibentuk secara acak, ini dimaksudkan agar mereka bisa bekerja sama dengan siapa pun, juga mereka bisa saling melengkapi kalau kebetulan anggota kelompoknya bervarian.
6.2  Guru menerangkan materi yang harus didiskusikan oleh siswa. Meteri tersebut adalah
6.2.1        Menentukan unsur fisik puisi seperti diksi, citraan, sajak, dan majas.
6.2.2        Menentukan isi puisi meliputi tema, nada-suasana, dan amanat dalam puisi.
Setelah siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok, guru menjelaskan materi apa saja yang akan didiskusikan oleh siswa, materi itu penting dijelaskan agar diskusiny terarah dan tidak melebar kemana-mana. Materi yang didikusikan bergantung pad SK dan KD pada saat itu, kemudian guru menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
6.3  Perwakilan masing-masing kelompok maju mempresentasikan hasil diskusinya. Sambil mendengarkan presentasi dari teman, siswa yang lain menulis pertanyaan atau sanggahan kepada teman yang lain.
Setelah diskusi kelompok selesai, diharapkan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, supaya saat ini bisa muncul beberapa opini yang berbeda dari tiap siswa atau kelompok, yang selanjutnya nanti akan dibicarakan pada saat dialog antar kelompok
6.4  Dialog antar kelompok, guru menjadi moderator.
Pada saat dialog berlangsung, masing-masing siswa bisa membandingkan pandangan mereka terhadap pandangan siswa lainnya terhadapa materi yang sama, mereka bisa mengungkapkan pendapat, sanggahan, penguatan, kritik dan lain sebagainya waktu ini, sehingga kelas menjadi aktif. Siswa aktif, guru sebagi fasilitator sekaligus moderator. Maka, kelas seperti ini sudah bisa dikatakan memenuhi tuntutan KTSP
6.5  Guru dan siswa menarik kesimpulan, serta memberi penghargaan baik kepada puisi tersebut.

7.      Pengukuhan
7.1  siswa yang kelihatannya kurang aktif dalam proses pembelajaran disuruh maju untuk membaca puisi itu lagi.
7.2  Masing-masing siswa membut karangan narasi berdasarkan tema yang diangkat dalam puisi tersebut.















Telepon Tengah Malam

Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja.
Sudah sering aku terima telepon dan bertanya
Siapa ini?,
jawabnya cuma, Ini siapa?.
Ada dering telepon, panjang dan keras,
dalam rongga dadaku.
Ini siapa, tengah malam telepon?
Mengganggu saja.
Ini Ibu, Nak. Apa kabar?
Ibu! Ibu di mana?
Di dalam.
Di dalam telepon?
Di dalam sakitmu.
Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.
Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.

Jokpin (2004)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright: Blog Trik dan Tips - http://blogtrikdantips.blogspot.com/2012/04/cara-membuat-burung-terbang-twitter.html#ixzz1wvdLqFy3 Tolong sertakan link ini jika mengkopi artikel diatas. Terima kasih